menyambut tahun 2020 di awal tahun kini tersandera berbagai hambatan. Alam ternyata melakukan cara-cara tersendiri untuk melakukan ’perlawanan’’ terhadap cara-cara manusia mengeksploitasi bumi. Keseimbangan baru yang dikondisikan alam, baik lewat bencana maupun sebaran virus ternyata sangatlah ampuh untuk membuat manusia terjebak pada pilihan kemaruk dan rakus mengeksploitasi bumi atau hidup sederhana dengan menjaga keseimbangan habitat, kini menjadi pilihan. Bagi banyak orang, apa yang tersaji di muka bumi mulai awal 2020 telah menumbuhkan kesadaran baru bahwa kita harus melakukan pengendalian tak boleh terjebak pada ambisi untuk tetap menjadi penikmat bumi dan pergerakan ekonominya. Kita kini memasuki bulan ketiga 2020, namun harapan baru itu nyaris dan manusia lainnya di muka bumi masih tersandera kebijakan bumi. Virus Corona yang membuat ekonomi global tersandera telah membuat penduduk bumi waswas. Celakanya, kita tak tahu pasti kapan ini akan berakhir. Perdebatan banyak ahli soal berjangkitnya virus Corona hanyalah sebatas prediksi, namun faktanya hingga kini kita masih terjebak ancaman virus ini mestinya segera membuat kita bergerak dan berada pada satu kesamaan persepsi untuk menyelamatkan bumi. Selama ini kita sadari bersama atau mungkin kita ada di dalamnya, bahwa kita ikut andil merusak ekosistem bumi. Kerakusan terhadap penguatan ekonomi dan target-target pemajuan ekonomi, sering membuat kita abai menjaga hanya kemaruk mengejar keuntungan finansial dan menimbunnya untuk generasi kita. Padahal, kita tak yakin apa yang kita lakukan saat ini akan bermanfaat bagi mereka pergerakan zaman yang diikuti pergerakan selera generasi sering tak sejalan dengan apa yang kita pikirkan. Kita juga harus sadar keberlimpahan materi tanpa pengelolaan yang jelas dan terencana hanya akan menjadi bencana baru bagi yang selama ini menjadi kata primadona, kini terkesan lenyap. Orang-orang tak lagi bicara investasi, tetapi mereka justru sibuk bicara masker dan vaksin antivirus Corona. Itu artinya, ketika penyakit dan wabah menjadi hantu menakutkan, manusia menjauh dari target-target ekonomi, tetapi merapat pada kepentingan hidup sehat dan itulah. Ke depan kita jangan terlalu terjebak pada obsesi untuk hidup kaya raya dan berlimpah materi dengan mengorbankan lingkungan. Kini, ketika Corona tersebar dari Wuhan, Tiongkok banyak pihak mulai sadar bahwa dalam hidup kita yang paling utama diperlukan adalah dan bahagia mungkin menjadi kata rujukan yang diimpikan banyak pihak saat ini. Untuk itulah bahwa ke depan ketika bergerak mencari keseimbangan ekonomi baru atau setidaknya berniat membangun daya tahan ekonomi, keseimbangan tetap harus menjadi rujukan utama. Kita tak boleh rakus mengelola bumi. Kita harus menjadi manusia penjaga bumi sebagai ruang hidup bagi generasi kita ke depan.
Perludilakukan berbagai upaya untuk menjaga keseimbangan lingkungan hidup ini. Upaya menjaga keseimbangan lingkungan adalah rangkaian upaya untuk melindungi kemampuan lingkungan hidup terhadap dampak negatif yang muncul akibat suatu kegiatan. Upaya tersebut dilakukan agar kekayaan lingkungan hidup dapat berlanjut selama mungkin
Bumi merupakan planet yang penuh keseimbangan, tanpa keseimbangan itu sendiri planet ini mustahil berpenghuni, dan manusia tidak akan pernah hidup di muka bumi ini. Sering banyak sekali orang-orang yang mengatakan bahwa suatu planet dapat dihuni bila ada oksigennya, tapi apakah kita dapat bernafas bila kerapatan oksigen sedikit kental? Tentu saja tidak. Itu sebabnya sangatlah lemah argumen seseorang bila dia mengatakan bahwa suatu planet dapat dihuni oleh kita jika planet itu memiliki oksigen saja. Kalau begitu disini penulis akan menjelaskan mengapa planet Bumi ini dapat dihuni oleh kita? Mari kita simak apa yang akan dinukilkan penulis di bawah ini. Seorang Ahli Astronomi Amerika telah membuat suatu daftar keseimbangan yang dimiliki planet bumi, dimulai dari gravitasi, massa bumi, tebal tipis lapisan ozon, cahaya dan lain sebagainya. Dia menuliskan sebagai berikut. Gravitasi di permukaan Jika lebih kuat, atmosfer terlalu banyak amonia dan methana Jika teralu lemah, atmosfer akan kehilangan banyak air. Jarak dengan bintang induk Jika lebih jauh, planet akan terlalu dingin bagi siklus air stabil. Jika lebih dekat, planet akan terlalu panas bagi siklus air stabil. Periode rotasi Jika lebih lama, perbedaan suhu antara siang dan malam akan semakin tinggi. Jika lebih cepat, kecepatan angin pada atmosfer terlalu tinggi. Interaksi gravitasi dengan bulan Jika lebih besar, efek pasang surut air laut, atmosfer dan periode rotasi akan semakin merusak. Jika lebih kecil, perubahan secara langsung pada orbit menyebabkan ketidakstabilan iklim bumi. Medan Magnet Jika lebih kuat, badai elektromagnetik akan semakin merusak. Jika lebih lemah, akan membahayakan bumi akibat radiasi kosmik yang dipancarkan bintang. Albedo perbandingan cahaya yang dipantulkan dengan cahaya yang diterima Jika lebih besar, zaman es tak terkendali akan terjadi. Jika lebih kecil, efek rumah kaca tak terkendali akan terjadi. Perbandingan atmosfer dan nitrogen di atmosfer Jika lebih besar, fungsi hidup yang maju akan berjalan terlalu cepat. Jika lebih kecil, fungsi hidup yang maju berjalan terlalu lambat. Kadar karbondioksida dan uap air di atmosfer Jika lebih besar, efek rumah kaca tak terkendali akan terjadi. Jika lebih kecil, efek rumah kaca yang tidak memadai. Kadar ozon di lapisan atmosfer Jika terlalu tebal, suhu permukaan bumi menjadi dingin. Jika terlalu tipis, suhu permukaan bumi menjadi panas dan banyak sinar UV yang masuk ke permukaan bumi. Aktivitas Gempa Jika terlalu besar, makhluk hidup di permukaan akan binasa. Jika terlalu kecil, bahan makanan yang ada di dasar laut yang dihanyutkan aliran sungai tidak dapat di daur ulang ke daratan melalui pengangkatan tektonik. Ketebalan kerak Bumi Jika terlalu besar, terlalu banyak oksigen yang berpindah dari atmosfer ke kerak bumi. Jika terlalu kecil, aktivitas vulkanik dan tektonik terlalu besar. Sumber gagasan Penciptaan Alam Semesta, Harun Yahya Apabilakita mengabaikan syariat Islam maka akan berlaku ketidakseimbangan dalam kehidupan manusia. Contoh keseimbangan antara urusan dunia dan akhirat ialah seperti: Sembahyang dan bekerja – Tidak mengabaikan kewajipan sembahyang pada waktu yang ditetapkan. Mengumpul harta – Diseimbangkan dengan membayar zakat dan tidak melakukanJAKARTA - Sistem energi Bumi telah rusak selama beberapa dekade. Menurut sebuah makalah yang diterbitkan Rabu 28/7/2021 di jurnal Nature itu menyebutkan, stabilitas dalam iklim Bumi bergantung pada keseimbangan antara jumlah energi yang diserap planet ini dari matahari dan jumlah energi yang dipancarkan Bumi kembali ke luar keseimbangan itu telah berubah dalam beberapa tahun terakhir. Perubahan pada sistem energi Bumi memiliki konsekuensi besar bagi iklim masa depan planet ini dan pemahaman umat manusia tentang perubahan iklim. Para peneliti Universitas Princeton di balik makalah tersebut menemukan bahwa ada kemungkinan kurang dari 1 persen bahwa perubahan terjadi secara alami, melansir NBC News, Senin 2/8/2021. Temuan melemahkan argumen kunci yang digunakan oleh orang-orang yang tidak percaya aktivitas manusia bertanggung jawab atas sebagian besar perubahan iklim untuk menjelaskan tren pemanasan global, menunjukkan bahwa ketidakseimbangan energi planet tidak dapat dijelaskan hanya dengan variasi alami Bumi sendiri. Penelitian ini juga menawarkan wawasan penting tentang bagaimana emisi gas rumah kaca dan konsekuensi lain dari perubahan iklim yang disebabkan manusia mengganggu keseimbangan planet dan mendorong pemanasan global, kenaikan permukaan laut, dan peristiwa cuaca ekstrem. "Dengan semakin banyak perubahan di planet ini, kami telah menciptakan ketidakseimbangan ini di mana kami memiliki kelebihan energi dalam sistem," kata Shiv Priyam Raghuraman, seorang mahasiswa pascasarjana dalam ilmu atmosfer dan kelautan di Princeton dan penulis utama studi tersebut. "Surplus itu bermanifestasi sebagai gejala yang berbeda." tambahnya. Emisi karbon dioksida, metana, dan gas rumah kaca lainnya dari aktivitas manusia memerangkap panas di atmosfer, yang berarti planet ini menyerap radiasi inframerah yang biasanya akan dilepaskan ke luar angkasa. Mencairnya es laut, perubahan tutupan awan, dan perbedaan konsentrasi partikel atmosfer kecil yang disebut aerosol semuanya dipengaruhi oleh perubahan iklim juga berarti Bumi memantulkan lebih sedikit radiasi matahari kembali ke kosmos. Raghuraman mengatakan tidak ada keseimbangan antara energi yang masuk dari matahari dan energi yang keluar. “Pertanyaannya adalah Apakah ini akibat kejadian alami, ataukah karena dampak manusia?" ujarnya. Para peneliti menggunakan pengamatan satelit dari 2001 hingga 2020 untuk menentukan bahwa ketidakseimbangan energi Bumi meningkat. Mereka kemudian menggunakan serangkaian model iklim untuk mensimulasikan efek pada sistem energi Bumi jika perubahan iklim yang disebabkan manusia dikeluarkan dari persamaan. Para ilmuwan menemukan bahwa fluktuasi alami saja tidak dapat menjelaskan tren yang diamati selama periode 20 tahun. Studi ini berfokus pada sebab dan akibat, tetapi Raghuraman mengatakan temuan tersebut memiliki implikasi sosial dan kebijakan yang kritis. Lautan menyimpan sekitar 90 persen kelebihan panas planet ini, yang menyebabkan naiknya air laut dan dapat memicu pembentukan badai dan peristiwa cuaca ekstrem lainnya. Panas yang tersisa diambil oleh atmosfer dan daratan, yang meningkatkan suhu permukaan global dan berkontribusi pada pencairan salju dan es. Jika ketidakseimbangan energi Bumi terus berkembang, konsekuensi yang sudah dirasakan saat ini kemungkinan akan diperburuk, kata Norman Loeb, ilmuwan fisik di Langley Research Center NASA di Hampton, Virginia, yang tidak terlibat dalam penelitian ini. “Kita akan melihat suhu naik, permukaan laut naik, lebih banyak salju dan es mencair. Semua yang Anda lihat di berita - kebakaran hutan, kekeringan, semuanya akan bertambah buruk jika Anda menambahkan lebih banyak panas." kata Loeb. Loeb memimpin studi bersama oleh NASA dan Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional yang menemukan ketidakseimbangan energi Bumi sekitar dua kali lipat dari 2005 hingga 2019. Makalah itu diterbitkan bulan lalu di jurnal Geophysical Research Letters. Loeb mengatakan studi Princeton menegaskan apa yang diuraikan dalam penelitiannya sendiri, yang menggunakan 14 tahun pengamatan dari sensor satelit dan berbagai instrumen di laut. Dia menambahkan bahwa aktivitas manusia, atau apa yang dikenal sebagai pemaksaan antropogenik, tidak dapat disangkal memiliki efek tetapi beberapa variasi alami kemungkinan juga berperan. Misalnya, beberapa osilasi planet dapat beroperasi pada siklus yang berlangsung beberapa dekade, yang dapat menyulitkan untuk menghilangkan sidik jari perubahan iklim. "Pemaksaan antropogenik pasti ada, tetapi lautan adalah pemain kunci dalam iklim dan beroperasi pada skala waktu yang jauh lebih lambat. Idealnya, Anda benar-benar ingin dapat memiliki jenis pengukuran ini selama 50 tahun atau lebih." katanya.
Pv0zq1Y.